Pengertian Ila’

Sunday, September 29, 2019

Rukun Talak

Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian

Pengertian Perceraian (Talak)

Talak berasal dari kata talaq yang secara harfiah berarti melepasakan atau meninggalkan ikatan.Dalam pembahasan fikih, talak adalah pelepasan ikatan nikah atas kehendak pihak suami dengan menggunakan lafal talak atau yang semakna dengannya. Sebagaimana firman allah Qs. Al-Baqarah: 229:

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡ‍ًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَاحُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡبِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misaslnya, naqah thaliq ( unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, Talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.

Perceraian dalam bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya pernikahan.

1. Macam-Macam Talak

Dilihat dari pengaturannya, talak ada dua macam :
  1. Ta’liq dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu khabar.Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan “ta’liq sumpah atau qasami”, seperti seorang suami berkata kepada istrinya, “ jika engkau keluar rumah, engkau tertalak. “ maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suami tidak ada dirumah.
  2. Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya, talak seperti ini disebut dengan “ ta’liq syarat”. Umpanya seorang suami yang berkata kepada istrinya, “jika engkau membebaskan dari membayar sisa maharnya, engkau tertalak.”
Di samping pembagian talak sebagaimana oleh Sayyid Sabiq ditegaskan diatas, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu :
  1. Talak Sunnah, yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu.
  2. Talak Bid’i, adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli, bukan karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.
  • Talak Ba’in yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum diaguli. Talak ba’in terbagi menjadi 2 macam yakni :
    1. Ba’in Shugra, talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya. Suami pertama dapat dirujuk dengan akad perkawinan yang baru.
    2. Ba’in Kubra, suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali jika istrinya telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali. Cara yang dilakukan tidak boleh sekedar rekayasa sebagaimana dalam nikah Muhallil.
  • Talak Khulu’, Khulu’ adalah fasakh nikah, maka fasakh nikah bukan termasuk talak. Para ulama menegaskan bahwa substansinya yang sama dengan artinya “ talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.
Adapun macam-macam talak dilihat dari Sighat yang digunakan adalah :
  1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawina, seperti kata suami, “engkau tertalak,” atau “ saya ceraikan engkau. “ kalimat sarih (terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
  2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “ pergilah dari sini,” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergabtung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi jika diniatkan untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak.
2. Rukun Talak
  • Pencerai. Pencerai dapat diterima apabila menuhuhi beberapa persyaratan yakni :
    1. Mukallaf 
    2. Pilihan sendiri
  • Ungkapan cerai ( Shighat talak)
    1. Ungkapan talak dengan bahasa jelas (Sharih)
    2. Ungkapan talak dengan sindiran (Kinayah);
    3. Talak dengan isyarat;
    4. Talak dengan tulisan;
    5. Talak bebas dan bergantung;
    6. Sighat talak pada masa yang akan dating
    7. Persaksian talak
    8. Pemberian kekuasaan/penyerahan talak (kepada istri)
3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga.Perceraian ada karena adanya perkawinan.Meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunatullah, dengan penyebab yang berbeda-beda.

Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karena rumah tangga yang tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami-istri, bahkan adapula yang bercerai karena salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secara biologis, misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.

Pembubaran perkawinan yang terdapat dalam KUHP (BW) pada bab ke 10 berkaitan dengan bagian ketiga dalam KUHP (BW) tentang perceraian perkawinan. Sebagaimana terdapat dalam pasal 208 dikatakan bahwa perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua belah pihak. Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah sebagai berikut :
  1. Zina;
  2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
  3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;
  4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau oleh istri terhadap istri atau suaminya sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dalam Bab VII tantang putusnya perkawinan serta akibatnya : (a) Kematian; (b) Perceraian; (c) Keputusan Pengadilan; Adapun menurut PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan , yakni dijelaskan pada pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; 
  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; 
  • Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
4. Tata Cara Perceraian

Adapun tata cara dan prosedur perceraian dapat dibedakan kedalam dua macam sebagai berikut :

a. Cerai Talak

(Permohonan). Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Adapun permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :
  1. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri.
  2. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh pengadilan. Pasal 68 UUPA menyebutkan :
  1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan kepaniteraan.
  2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Langkah berikutnya, diatur dalam pasal 70 UUPA sebagaimana dirinci dalam pasal PP 16 Nomor 9/1975 :
  1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
  2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
  3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
  4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta autentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucaokan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. 
  5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
  6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
b. Cerai Gugat

Pasal 73 UU No. 7/ 1989 menyatakan :
  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
  1. Menentukan nafkah yang ditanggung suami.
  2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikananak.
  3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Adapun tentang kapan persidangan dimulai, pasal 80 ayat (1) UUPA menjelaskan sebagai berikut :
  • Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
  • Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
  • Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan, tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
  • Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
Kehadiran pihak-pihak yang berperkara atau wakil/kuasanya menjadi faktor penting bagi lancarnya pemeriksaan perkara dipersidangan. Karena itu, pasal 142 KHI menegaskan :
  1. Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri dating sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
  2. Dalam hal suami istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait.

5. Akibat Perceraian

a. Akibat Talak

Menurut ketentuan pasal 149 Kompilasi dinyatakan sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
  • Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
  • Memberi nafkah, maskan dan kiswah ( tempat tinggal dan pakaian). Kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
  • Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
  • Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk didalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan tersebut dirujuk dari firman Allah SWT dalam suart Al-Baqarah:236

لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٢٣٦

Artinya:” Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut´ah (pemberian) kepada mereka.Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs. Al-Baqarah: 236).

b. Akibat Perceraian (Cerai Gugat)

Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi :
  • Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
    1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu. 
    2. Ayah
    3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
    4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
    5. Wanita-wanita keraba sedarah menurut garis samping dari ibu.
    6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadlanah dari ayah atau ibunya.
  • Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah pada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula.
  • Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). 
  • Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). f) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Ekonomi Dalam Keluarga

Secara bahasa ekonomi terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan keluarga.Ekonomi adalah tingkah laku manusia secara individu atau bersama-sama dalam menggunakan faktor-faktor yang mereka butuhkan.

Adapun keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk kehidupan, bersosialisasiatau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah.

Jadi ekonomi keluarga adalah suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan dalam berumah tangga.Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan manusia dari kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan tinggi,seseorangakan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akhirat yang baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah.Ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri.

SUMBER :
  • Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih Untuk Remaja , ( Yogyakarta: Insan Madani, 2008), Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , ( Bandung: Pustaka Setia, 2001),Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya),(Bandung: Pustaka Setia,2008)
  • Ahmad Rofiq, M.A. ,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), Edisi Revisi
  • http://.Pengertian Ekonomi Keluarga.diakses tanggal, 2 Agustus 2019. Pukul 10.42

Macam Macam Talak

Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian

Pengertian Perceraian (Talak)

Talak berasal dari kata talaq yang secara harfiah berarti melepasakan atau meninggalkan ikatan.Dalam pembahasan fikih, talak adalah pelepasan ikatan nikah atas kehendak pihak suami dengan menggunakan lafal talak atau yang semakna dengannya. Sebagaimana firman allah Qs. Al-Baqarah: 229:

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡ‍ًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَاحُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡبِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misaslnya, naqah thaliq ( unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, Talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.

Perceraian dalam bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya pernikahan.

1. Macam-Macam Talak

Dilihat dari pengaturannya, talak ada dua macam :
  1. Ta’liq dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu khabar.Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan “ta’liq sumpah atau qasami”, seperti seorang suami berkata kepada istrinya, “ jika engkau keluar rumah, engkau tertalak. “ maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suami tidak ada dirumah.
  2. Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya, talak seperti ini disebut dengan “ ta’liq syarat”. Umpanya seorang suami yang berkata kepada istrinya, “jika engkau membebaskan dari membayar sisa maharnya, engkau tertalak.”
Di samping pembagian talak sebagaimana oleh Sayyid Sabiq ditegaskan diatas, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu :
  1. Talak Sunnah, yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu.
  2. Talak Bid’i, adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli, bukan karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.
  • Talak Ba’in yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum diaguli. Talak ba’in terbagi menjadi 2 macam yakni :
    1. Ba’in Shugra, talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya. Suami pertama dapat dirujuk dengan akad perkawinan yang baru.
    2. Ba’in Kubra, suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali jika istrinya telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali. Cara yang dilakukan tidak boleh sekedar rekayasa sebagaimana dalam nikah Muhallil.
  • Talak Khulu’, Khulu’ adalah fasakh nikah, maka fasakh nikah bukan termasuk talak. Para ulama menegaskan bahwa substansinya yang sama dengan artinya “ talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.
Adapun macam-macam talak dilihat dari Sighat yang digunakan adalah :
  1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawina, seperti kata suami, “engkau tertalak,” atau “ saya ceraikan engkau. “ kalimat sarih (terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
  2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “ pergilah dari sini,” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergabtung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi jika diniatkan untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak.
2. Rukun Talak
  • Pencerai. Pencerai dapat diterima apabila menuhuhi beberapa persyaratan yakni :
    1. Mukallaf 
    2. Pilihan sendiri
  • Ungkapan cerai ( Shighat talak)
    1. Ungkapan talak dengan bahasa jelas (Sharih)
    2. Ungkapan talak dengan sindiran (Kinayah);
    3. Talak dengan isyarat;
    4. Talak dengan tulisan;
    5. Talak bebas dan bergantung;
    6. Sighat talak pada masa yang akan dating
    7. Persaksian talak
    8. Pemberian kekuasaan/penyerahan talak (kepada istri)
3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga.Perceraian ada karena adanya perkawinan.Meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunatullah, dengan penyebab yang berbeda-beda.

Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karena rumah tangga yang tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami-istri, bahkan adapula yang bercerai karena salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secara biologis, misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.

Pembubaran perkawinan yang terdapat dalam KUHP (BW) pada bab ke 10 berkaitan dengan bagian ketiga dalam KUHP (BW) tentang perceraian perkawinan. Sebagaimana terdapat dalam pasal 208 dikatakan bahwa perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua belah pihak. Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah sebagai berikut :
  1. Zina;
  2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
  3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;
  4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau oleh istri terhadap istri atau suaminya sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dalam Bab VII tantang putusnya perkawinan serta akibatnya : (a) Kematian; (b) Perceraian; (c) Keputusan Pengadilan; Adapun menurut PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan , yakni dijelaskan pada pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; 
  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; 
  • Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
4. Tata Cara Perceraian

Adapun tata cara dan prosedur perceraian dapat dibedakan kedalam dua macam sebagai berikut :

a. Cerai Talak

(Permohonan). Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Adapun permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :
  1. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri.
  2. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh pengadilan. Pasal 68 UUPA menyebutkan :
  1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan kepaniteraan.
  2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Langkah berikutnya, diatur dalam pasal 70 UUPA sebagaimana dirinci dalam pasal PP 16 Nomor 9/1975 :
  1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
  2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
  3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
  4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta autentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucaokan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. 
  5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
  6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
b. Cerai Gugat

Pasal 73 UU No. 7/ 1989 menyatakan :
  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
  1. Menentukan nafkah yang ditanggung suami.
  2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikananak.
  3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Adapun tentang kapan persidangan dimulai, pasal 80 ayat (1) UUPA menjelaskan sebagai berikut :
  • Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
  • Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
  • Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan, tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
  • Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
Kehadiran pihak-pihak yang berperkara atau wakil/kuasanya menjadi faktor penting bagi lancarnya pemeriksaan perkara dipersidangan. Karena itu, pasal 142 KHI menegaskan :
  1. Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri dating sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
  2. Dalam hal suami istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait.

5. Akibat Perceraian

a. Akibat Talak

Menurut ketentuan pasal 149 Kompilasi dinyatakan sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
  • Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
  • Memberi nafkah, maskan dan kiswah ( tempat tinggal dan pakaian). Kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
  • Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
  • Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk didalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan tersebut dirujuk dari firman Allah SWT dalam suart Al-Baqarah:236

لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٢٣٦

Artinya:” Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut´ah (pemberian) kepada mereka.Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs. Al-Baqarah: 236).

b. Akibat Perceraian (Cerai Gugat)

Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi :
  • Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
    1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu. 
    2. Ayah
    3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
    4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
    5. Wanita-wanita keraba sedarah menurut garis samping dari ibu.
    6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadlanah dari ayah atau ibunya.
  • Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah pada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula.
  • Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). 
  • Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). f) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Ekonomi Dalam Keluarga

Secara bahasa ekonomi terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan keluarga.Ekonomi adalah tingkah laku manusia secara individu atau bersama-sama dalam menggunakan faktor-faktor yang mereka butuhkan.

Adapun keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk kehidupan, bersosialisasiatau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah.

Jadi ekonomi keluarga adalah suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan dalam berumah tangga.Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan manusia dari kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan tinggi,seseorangakan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akhirat yang baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah.Ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri.

SUMBER :
  • Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih Untuk Remaja , ( Yogyakarta: Insan Madani, 2008), Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , ( Bandung: Pustaka Setia, 2001),Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya),(Bandung: Pustaka Setia,2008)
  • Ahmad Rofiq, M.A. ,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), Edisi Revisi
  • http://.Pengertian Ekonomi Keluarga.diakses tanggal, 2 Agustus 2019. Pukul 10.42

Pengertian Perceraian Talak

Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian

Pengertian Perceraian (Talak)

Talak berasal dari kata talaq yang secara harfiah berarti melepasakan atau meninggalkan ikatan.Dalam pembahasan fikih, talak adalah pelepasan ikatan nikah atas kehendak pihak suami dengan menggunakan lafal talak atau yang semakna dengannya. Sebagaimana firman allah Qs. Al-Baqarah: 229:

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡ‍ًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَاحُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡبِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misaslnya, naqah thaliq ( unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, Talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.

Perceraian dalam bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya pernikahan.

1. Macam-Macam Talak

Dilihat dari pengaturannya, talak ada dua macam :
  1. Ta’liq dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu khabar.Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan “ta’liq sumpah atau qasami”, seperti seorang suami berkata kepada istrinya, “ jika engkau keluar rumah, engkau tertalak. “ maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suami tidak ada dirumah.
  2. Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya, talak seperti ini disebut dengan “ ta’liq syarat”. Umpanya seorang suami yang berkata kepada istrinya, “jika engkau membebaskan dari membayar sisa maharnya, engkau tertalak.”
Di samping pembagian talak sebagaimana oleh Sayyid Sabiq ditegaskan diatas, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu :
  1. Talak Sunnah, yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu.
  2. Talak Bid’i, adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli, bukan karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.
  • Talak Ba’in yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum diaguli. Talak ba’in terbagi menjadi 2 macam yakni :
    1. Ba’in Shugra, talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya. Suami pertama dapat dirujuk dengan akad perkawinan yang baru.
    2. Ba’in Kubra, suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali jika istrinya telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali. Cara yang dilakukan tidak boleh sekedar rekayasa sebagaimana dalam nikah Muhallil.
  • Talak Khulu’, Khulu’ adalah fasakh nikah, maka fasakh nikah bukan termasuk talak. Para ulama menegaskan bahwa substansinya yang sama dengan artinya “ talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.
Adapun macam-macam talak dilihat dari Sighat yang digunakan adalah :
  1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawina, seperti kata suami, “engkau tertalak,” atau “ saya ceraikan engkau. “ kalimat sarih (terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
  2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “ pergilah dari sini,” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergabtung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi jika diniatkan untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak.
2. Rukun Talak
  • Pencerai. Pencerai dapat diterima apabila menuhuhi beberapa persyaratan yakni :
    1. Mukallaf 
    2. Pilihan sendiri
  • Ungkapan cerai ( Shighat talak)
    1. Ungkapan talak dengan bahasa jelas (Sharih)
    2. Ungkapan talak dengan sindiran (Kinayah);
    3. Talak dengan isyarat;
    4. Talak dengan tulisan;
    5. Talak bebas dan bergantung;
    6. Sighat talak pada masa yang akan dating
    7. Persaksian talak
    8. Pemberian kekuasaan/penyerahan talak (kepada istri)
3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga.Perceraian ada karena adanya perkawinan.Meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunatullah, dengan penyebab yang berbeda-beda.

Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karena rumah tangga yang tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami-istri, bahkan adapula yang bercerai karena salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secara biologis, misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.

Pembubaran perkawinan yang terdapat dalam KUHP (BW) pada bab ke 10 berkaitan dengan bagian ketiga dalam KUHP (BW) tentang perceraian perkawinan. Sebagaimana terdapat dalam pasal 208 dikatakan bahwa perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua belah pihak. Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah sebagai berikut :
  1. Zina;
  2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
  3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;
  4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau oleh istri terhadap istri atau suaminya sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dalam Bab VII tantang putusnya perkawinan serta akibatnya : (a) Kematian; (b) Perceraian; (c) Keputusan Pengadilan; Adapun menurut PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan , yakni dijelaskan pada pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; 
  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; 
  • Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
4. Tata Cara Perceraian

Adapun tata cara dan prosedur perceraian dapat dibedakan kedalam dua macam sebagai berikut :

a. Cerai Talak

(Permohonan). Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Adapun permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :
  1. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri.
  2. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh pengadilan. Pasal 68 UUPA menyebutkan :
  1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan kepaniteraan.
  2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Langkah berikutnya, diatur dalam pasal 70 UUPA sebagaimana dirinci dalam pasal PP 16 Nomor 9/1975 :
  1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
  2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
  3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
  4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta autentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucaokan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. 
  5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
  6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
b. Cerai Gugat

Pasal 73 UU No. 7/ 1989 menyatakan :
  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
  1. Menentukan nafkah yang ditanggung suami.
  2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikananak.
  3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Adapun tentang kapan persidangan dimulai, pasal 80 ayat (1) UUPA menjelaskan sebagai berikut :
  • Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
  • Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
  • Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan, tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
  • Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
Kehadiran pihak-pihak yang berperkara atau wakil/kuasanya menjadi faktor penting bagi lancarnya pemeriksaan perkara dipersidangan. Karena itu, pasal 142 KHI menegaskan :
  1. Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri dating sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
  2. Dalam hal suami istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait.

5. Akibat Perceraian

a. Akibat Talak

Menurut ketentuan pasal 149 Kompilasi dinyatakan sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
  • Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
  • Memberi nafkah, maskan dan kiswah ( tempat tinggal dan pakaian). Kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
  • Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
  • Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk didalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan tersebut dirujuk dari firman Allah SWT dalam suart Al-Baqarah:236

لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٢٣٦

Artinya:” Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut´ah (pemberian) kepada mereka.Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs. Al-Baqarah: 236).

b. Akibat Perceraian (Cerai Gugat)

Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi :
  • Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
    1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu. 
    2. Ayah
    3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
    4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
    5. Wanita-wanita keraba sedarah menurut garis samping dari ibu.
    6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadlanah dari ayah atau ibunya.
  • Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah pada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula.
  • Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). 
  • Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). f) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Ekonomi Dalam Keluarga

Secara bahasa ekonomi terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan keluarga.Ekonomi adalah tingkah laku manusia secara individu atau bersama-sama dalam menggunakan faktor-faktor yang mereka butuhkan.

Adapun keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk kehidupan, bersosialisasiatau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah.

Jadi ekonomi keluarga adalah suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan dalam berumah tangga.Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan manusia dari kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan tinggi,seseorangakan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akhirat yang baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah.Ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri.

SUMBER :
  • Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih Untuk Remaja , ( Yogyakarta: Insan Madani, 2008), Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , ( Bandung: Pustaka Setia, 2001),Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya),(Bandung: Pustaka Setia,2008)
  • Ahmad Rofiq, M.A. ,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), Edisi Revisi
  • http://.Pengertian Ekonomi Keluarga.diakses tanggal, 2 Agustus 2019. Pukul 10.42

Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian

Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian

Pengertian Perceraian (Talak)

Talak berasal dari kata talaq yang secara harfiah berarti melepasakan atau meninggalkan ikatan.Dalam pembahasan fikih, talak adalah pelepasan ikatan nikah atas kehendak pihak suami dengan menggunakan lafal talak atau yang semakna dengannya. Sebagaimana firman allah Qs. Al-Baqarah: 229:

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡ‍ًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَاحُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡبِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misaslnya, naqah thaliq ( unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, Talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.

Perceraian dalam bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya pernikahan.

1. Macam-Macam Talak

Dilihat dari pengaturannya, talak ada dua macam :
  1. Ta’liq dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu khabar.Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan “ta’liq sumpah atau qasami”, seperti seorang suami berkata kepada istrinya, “ jika engkau keluar rumah, engkau tertalak. “ maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suami tidak ada dirumah.
  2. Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya, talak seperti ini disebut dengan “ ta’liq syarat”. Umpanya seorang suami yang berkata kepada istrinya, “jika engkau membebaskan dari membayar sisa maharnya, engkau tertalak.”
Di samping pembagian talak sebagaimana oleh Sayyid Sabiq ditegaskan diatas, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu :
  1. Talak Sunnah, yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu.
  2. Talak Bid’i, adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
  • Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli, bukan karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.
  • Talak Ba’in yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum diaguli. Talak ba’in terbagi menjadi 2 macam yakni :
    1. Ba’in Shugra, talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya. Suami pertama dapat dirujuk dengan akad perkawinan yang baru.
    2. Ba’in Kubra, suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali jika istrinya telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali. Cara yang dilakukan tidak boleh sekedar rekayasa sebagaimana dalam nikah Muhallil.
  • Talak Khulu’, Khulu’ adalah fasakh nikah, maka fasakh nikah bukan termasuk talak. Para ulama menegaskan bahwa substansinya yang sama dengan artinya “ talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.
Adapun macam-macam talak dilihat dari Sighat yang digunakan adalah :
  1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawina, seperti kata suami, “engkau tertalak,” atau “ saya ceraikan engkau. “ kalimat sarih (terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
  2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “ pergilah dari sini,” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergabtung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi jika diniatkan untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak.
2. Rukun Talak
  • Pencerai. Pencerai dapat diterima apabila menuhuhi beberapa persyaratan yakni :
    1. Mukallaf 
    2. Pilihan sendiri
  • Ungkapan cerai ( Shighat talak)
    1. Ungkapan talak dengan bahasa jelas (Sharih)
    2. Ungkapan talak dengan sindiran (Kinayah);
    3. Talak dengan isyarat;
    4. Talak dengan tulisan;
    5. Talak bebas dan bergantung;
    6. Sighat talak pada masa yang akan dating
    7. Persaksian talak
    8. Pemberian kekuasaan/penyerahan talak (kepada istri)
3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga.Perceraian ada karena adanya perkawinan.Meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunatullah, dengan penyebab yang berbeda-beda.

Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karena rumah tangga yang tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami-istri, bahkan adapula yang bercerai karena salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secara biologis, misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.

Pembubaran perkawinan yang terdapat dalam KUHP (BW) pada bab ke 10 berkaitan dengan bagian ketiga dalam KUHP (BW) tentang perceraian perkawinan. Sebagaimana terdapat dalam pasal 208 dikatakan bahwa perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua belah pihak. Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah sebagai berikut :
  1. Zina;
  2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
  3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;
  4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau oleh istri terhadap istri atau suaminya sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dalam Bab VII tantang putusnya perkawinan serta akibatnya : (a) Kematian; (b) Perceraian; (c) Keputusan Pengadilan; Adapun menurut PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan , yakni dijelaskan pada pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; 
  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; 
  • Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
4. Tata Cara Perceraian

Adapun tata cara dan prosedur perceraian dapat dibedakan kedalam dua macam sebagai berikut :

a. Cerai Talak

(Permohonan). Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Adapun permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :
  1. Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri.
  2. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh pengadilan. Pasal 68 UUPA menyebutkan :
  1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan kepaniteraan.
  2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Langkah berikutnya, diatur dalam pasal 70 UUPA sebagaimana dirinci dalam pasal PP 16 Nomor 9/1975 :
  1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
  2. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
  3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
  4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta autentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucaokan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. 
  5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
  6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
b. Cerai Gugat

Pasal 73 UU No. 7/ 1989 menyatakan :
  1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
  2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
  3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
  1. Menentukan nafkah yang ditanggung suami.
  2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikananak.
  3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Adapun tentang kapan persidangan dimulai, pasal 80 ayat (1) UUPA menjelaskan sebagai berikut :
  • Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
  • Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
  • Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan, tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
  • Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
Kehadiran pihak-pihak yang berperkara atau wakil/kuasanya menjadi faktor penting bagi lancarnya pemeriksaan perkara dipersidangan. Karena itu, pasal 142 KHI menegaskan :
  1. Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri dating sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
  2. Dalam hal suami istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait.

5. Akibat Perceraian

a. Akibat Talak

Menurut ketentuan pasal 149 Kompilasi dinyatakan sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
  • Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
  • Memberi nafkah, maskan dan kiswah ( tempat tinggal dan pakaian). Kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
  • Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
  • Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk didalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan tersebut dirujuk dari firman Allah SWT dalam suart Al-Baqarah:236

لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٢٣٦

Artinya:” Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut´ah (pemberian) kepada mereka.Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs. Al-Baqarah: 236).

b. Akibat Perceraian (Cerai Gugat)

Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi :
  • Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
    1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu. 
    2. Ayah
    3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
    4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
    5. Wanita-wanita keraba sedarah menurut garis samping dari ibu.
    6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadlanah dari ayah atau ibunya.
  • Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah pada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula.
  • Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). 
  • Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). f) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Ekonomi Dalam Keluarga

Secara bahasa ekonomi terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan keluarga.Ekonomi adalah tingkah laku manusia secara individu atau bersama-sama dalam menggunakan faktor-faktor yang mereka butuhkan.

Adapun keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk kehidupan, bersosialisasiatau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah.

Jadi ekonomi keluarga adalah suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan dalam berumah tangga.Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan manusia dari kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan tinggi,seseorangakan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akhirat yang baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah.Ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri.

SUMBER :
  • Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih Untuk Remaja , ( Yogyakarta: Insan Madani, 2008), Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , ( Bandung: Pustaka Setia, 2001),Jilid 2
  • Drs. Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya),(Bandung: Pustaka Setia,2008)
  • Ahmad Rofiq, M.A. ,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), Edisi Revisi
  • http://.Pengertian Ekonomi Keluarga.diakses tanggal, 2 Agustus 2019. Pukul 10.42

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Retribusi

Pengertian Pariwisata

Definisi pariwisata secara luas adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha untuk mencari keseimbangan dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Menurut Spillane (2000:307), mengatakan bahwa pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, dan lain-lain. Menurut Lundberg et al (2005:65), yang menyatakan bahwa pariwisata adalah konsep yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Pariwisata adalah kegiatan dimana orang terlibat dalam perjalanan jauh dari tempat tinggal terutama untuk bisnis atau kesenangan. Pariwisata adalah bisnis dimana menyediakan barang dan jasa untuk wisatawan dan melibatkan setiap pengeluaran yang dikeluarkan oleh atau untuk pengunjung untuk perjalanannya.

Menurut Wiyasa (2007:12), pariwisata merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh setiap individu karena aktivitas berwisata bagi seorang individu dapat meningkatkan daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi, berbelanja, bisnis, mengetahui peninggalan bersejarah, kesehatan, dan pariwisata spiritulisme, seiring dengan meningkatnya waktu luang sebagai akibat lebih singkatnya hari kerja dan didukung oleh meningkatnya penghasilan, maka aktivitas kepariwisataan akan semakin meningkat.

Pengertian Wisatawan

Menurut Soekadijo (2000:12) dalam Purwanti dan Dewi (2014:24) wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang didatanginya.

Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa wisatawan adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunukan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Pacific Area Travel Association memberi batasan bahwa wisatawan sebagai orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu 24 jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu negeri yang bukan negeri di mana biasanya ia tinggal, mereka ini meliputi :
  1. Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang, untuk keperluan pribadi atau untuk keperluan kesehatan.
  2. Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bisnis, pertemuan, konferensi, musyawarah atau sebagai utusan berbagai badan/organisasi.
  3. Pejabat pemerintahan dan militer beserta keluarganya yang di tempatkan di negara lain tidak termasuk kategori ini, tetapi bila mereka mengadakan perjalanan ke negeri lain, maka dapat digolongkan wisatawan.
Tujuan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata ada beberapa macam salah satunya bersenang-senang di daerah tujuan wisata tertentu.berikut ini merupakan jenis-jenis dan karakteristik wisatawan: 
  1. Wisatawan lokal (local tourist) yaitu wisatawan yang mengadakan perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata yang berasal dari dalam negeri.
  2. Wisatawan mancanegara (international tourist) yaitu wisatawan yang mengadakan perjalanan ke daerah tujuan wisata yang berasal luar negeri.
  3. Holiday tourist adalah wisatawan yang melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata dengan tujuan untuk bersenang-senang atau untuk berlibur.
  4. Bussines tourist adalah wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata dengan tujuan untuk urusan dagang atau urusan profesi.
  5. Common interest tourist adalah wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata dengan tujuan khusus seperti studi ilmu pengetahuan, mengunjungi sanak keluarga atau berobat dan lain-lain.
  6. Individual tourist adalah wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata secara sendiri-sendiri.
  7. Group tourist adalah wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata secara bersama-sama atau berkelompok.
Ada dua faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan menurut hidayat (2011:57) yaitu: : 
  • Aspek penawaran pariwisata. ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata.aspek-aspek tersebut adalah 
    1. Attraction (daya tarik)
    2. Accesable (transportasi)
    3. Amenities (fasilitas)
    4. Ancillary (kelembagaan)
  • Aspek permintaan pariwisata, permintaan pariwisata berpengaruh semua faktor perekonomian, baik perorangan (individual), usaha kecil menengah, perusahaan swasta, dan sektor pemerintah.
Sektor Pariwisata

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk di kembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. program pengembangn dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.

Jenis-Jenis Pariwisata

Seorang wisatawan mengadakan perjalanan wisata karena didorong oleh berbagai motif yang tercermin dalam berbagai macam jenis pariwisata. Bagi daerah sangat perlu mempelajari motif ini karena berhubungan dengan fasilitas yang perlu disiapkan dan program-program promosinya.

Menurut pendit (2004:14) jenis pariwisata yang sudah dikenal, antara lain :
  1. Wisata Budaya yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasan dan adat istiadat, cara hidup, kebudayan dan seni mereka.
  2. Wisata Kesehatan yaitu perjalanan seseorang wisatawan yang bertujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani.
  3. Wisata Olahraga yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk berolahraga atau memang sengaja untuk mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara.
  4. Wisata Komersial yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat komersial seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.
  5. Wisata Industri yaitu perjalanan yang dilakukan oleh rombongan mahasiswa atau pelajar, atau orang-orang awam ke suatu tempat perindustrian dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan penelitian.
  6. Wisata Bahari yaitu perjalanan yang banyak dikaitkan dengan olahraga air seperti danau, pantai atau laut.
  7. Wisata Cagar Alam yaitu jenis wisata yang biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, Taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya, yang kelestariannya dilindungi oleh Undang-Undang.
  8. Wisata Bulan Madu yaitu suatu perjalanan yang dilakukan bagi pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan.
Pendapatan Sektor Pariwisata

Semenjak pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia yang sudah dimulai secara efektif sejak 1 januari 2001, pemerintah daerah bukan lagi berperan sebagai ‘operator’ pembangunan, namun juga berfungsi sebagai inisiator, motivator, plamer, conttroler, supervisior, dan fund raising pembangunan termasuk di sektor pariwisata.

Menurut yoeti (2003:15), Pendapatan pariwisata adalah bagian dari pendapatan asli daerah yang berasal dari kegiatan kepariwisataan, seperti retribusi tempat rekreasi dan olah raga, pajak hotel dan restoran pajak hiburan dan lainnya dengan satuan rupiah pertahun.

Yang termasuk dalam pendapatan pariwisata adalah pendapatan yang di peroleh melalui :
  1. Pajak hotel. Pungutan pajak yang dibebankan kepada tiap-tiap hotel yang telah memenuhi syarat untuk di tetapkan sebagai wajib pajak.
  2. Pajak restoran. Pungutan wajib pajak yang dibebankan kepada setiap restoran yang telah memenuhi syarat untuk dikenakan pajak.
  3. Pajak hiburan. Pungutan wajib yang dibebankan kepada tiap-tiap tempat hiburan yang telah memenuhi syarat untuk di kenakan pajak.
  4. Retribusi kios. Pungutan daerah yang dikenakan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin menempati kios di suatu tempat tertentu.
  5. Retribusi kamar kecil. Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas kamar kecil di obyek wisata.
  6. Retribusi iklan. Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas umum untuk kepentingan berpromosi atas suatu produk tertentu.
  7. Retribusi karcis masuk objek wisata. Pungutan yang dikenakan kepada pengunjung yang masuk kedalam suatu objek wisata tertentu.
  8. Retribusi parkir objek wisata. Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas umum untuk memarkirkan kendaraan.
  9. Pajak pembangunan. Pungutan pajak yang diberikan kepada tiap-tiap hotel dan restoran yang telah memenuhi syarat untuk di tetapkan sebagai wajib pajak.
  10. Penerimaan dari dinas pariwisata setempat. Penerimaan daerah yang didapat dari dinas pariwisata.beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat.upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah sektor pariwisata perlu dikaji pengelolanya untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efesiensi.
Jumlah Wisatawan

Menurut (Ikhsan 2014:22) Jumlah Wisatawan Adalah Setiap wisatawan yang berkunjung ke tempat pariwisata dapat menikmati keindahan dan panorama yang ada, tentunya dengan membayar biaya retribusi yang telah ditetapkan di masing-masing obyek wisata yang mereka pilih.

Jumlah Objek Wisata

Menurut marpaung (2000:78) objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentuk dari aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu.

Objek dan daya tarik wisata sangat erat hubungannya dengan travel mativation atau travel fashion karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya.

Menurut (Handayani, 2012:35) jumlah objek wisata dapat mempengaruhi adanya kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Dari sudut sosial bahwa kegiatan pariwisata akan memperluas kesempatan tenaga kerja baik dari kegiatan pembangunan sarana dan prasarana maupun dari berbagai sektor usaha yang langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kepariwisataan. Segi ekonomi bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah yang bersumber dari pajak, retribusi parkir dan karcis atau dapat mendatangkan devisa dari para wisatawan mancanegara yang berkunjung.

Pendapatan Retribusi Objek Wisata

Pendapatan obyek pariwisata adalah merupakan sumber penerimaan obyek pariwisata yang berasal dari retribusi karcis masuk, retribusi parkir dan pendapatan lain-lain yang sah berasal dari obyek pariwisata tersebut.

Menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah. Pajak Daerah atau yang disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.

Menurut Munawir (2007:24) Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak mersakan jasa balik dari pemerintah tidak akan dikenakan iuran itu. Kemudian diuraikan pula definisi dan pengertian berkaiatan dengan retribusi yaitu dikutip Sproule-Jones dan White, (2006:17) mengatakan bahwa retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam menggunkan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung dari layanan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa retribusi lebih tepat dianggap pajak konsumsi dari pada biaya layanan, bahwa retribusi hanya menutupi biaya opersional saja.

Menurut Queen (2002:2) menerangkan bahwa: ”suatu tanggapan menekankan memperjelas kenyataan bahwa masyarakat memandang retribusi sebagai bagian progam bukan sebagai pendapatan daerah dan bersedia membayar hanya bila tingkat layanan dirawat dan ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bagian yang mudah dalam menyusun retribusi yaitu menghitung dan menetapkan tarif. Bagian tersulit adalah menyakinkan masyarakat (publik) tanpa diluar kesadaran mereka tarif tetap harus diberlakukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (2005 : 84) adalah sebagai berikut :
  1. Pelaksanakan bersifat ekonomis
  2. Ada imbalan langsung kepada membayar
  3. Iuran memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar
  4. Retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak menonjol
  5. Dalam hal-hal tertentu retribusi digunkan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi
Dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.

Perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi adalah letak pada timbal balik langsung. Pada pajak tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak, sedangkan untuk retribusi ada timbal balik langsung dari penerima retribusi kepada penerima retribusi.

Definisi retribusi daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kebijaksanaan memungut bayaran untuk barang dan layanan disediakan pemerintah pada masyarakat berpangkal pada efisiensi ekonomis. Teori ekonomi mengatakan,harga barang atau layanan jasa yang diberikan pada masyarakat hendaknya didasarkan pada biaya (marginal cost) , yakni biaya untuk melayani konsumen yang terakhir (Devas,dkk 2000:95).

Koho (2001:154) mengatakan bahwa retribusi yang diserahkan kepada daerah cukup memadai, baik dalam jenis maupun jumlahnya. Namun hasil riil yang didapat disumbangkan sektor ini bagi keuangan daerah masih sangat terbatas karena tidak semua jenis retribusi yang dipungut Kabupaten/Kota memiliki prospek yang cerah. Lebih lanjut Koho memberikan ciri-ciri pokok retribusi daerah sebagai berikut :
  1. Retribusi dipungut daerah
  2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang Langsung dapat ditunjuk
  3. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau mengeyam jasa yang disediakan daerah.
Jenis-Jenis Retribusi

Retribusi daerah meurut UU No 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah No 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat di kelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu :
  1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat di nikmati oleh orang pribadi atau badan.
  2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
  3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Retribusi

Mata rantai industri pariwisata yang berupa hotel atau penginapan,restoran atau jasa boga, usaha wisata (obyek wisata, souvenir,dan hiburan), dan usaha perjalan wisata (travel agent atau pemandu wisata) dapat menjadi sumber penerimaan daerah bagi kerinci yang berupa pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, pajak dan bukan pajak. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan retribusi objek wisata di kecamatan gunung tujuh dari sektor pariwisata :
  1. Harga Karcis. Karcis merupakan tiket yang di gunakan untuk memasuki daerah tujuan wisata, karcis atau tiket hanya berguna untuk satu kali pakai.
  2. Jumlah Kunjungan Wisatawan. Secara teoritis (apriori) dalam Nasrul (2010:12) semakin lama wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan makan, minum, dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut.