Pengertian Ila’

Thursday, November 22, 2018

Faktor yang Mempengaruhi OCB

Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Sunyoto & Burhanudin (dalam Suzana, 2017) mendefinisikan bahwa perilaku organisasional adalah bidang studi yang mempelajari pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan agar organisasi menjadi lebih efektif. Perilaku organisasional mengajarkan tiga faktor penentu perilaku dalam organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur. Perilaku organisasional juga menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh tentang individu, kelompok, dan pengaruh dari struktur terhadap perilaku, dengan tujuan agar organisasi dapat bekerja secara lebih efektif.

Sejalan dengan pendapat tersebut yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (dalam Suzana, 2017) bahwa perilaku organisasional berkaitan dengan studi mengenai apa yang dilakukan oleh individu dalam suatu organisasi dan bagaimana pengaruh perilaku mereka terhadap kinerja organisasi. Perilaku organisasional berhubungan dengan situasi-situasi yang berkaitan dengan pekerjaan, oleh sebab itu perilaku organisasional fokus pada cara meningkatkan produktivitas, mengurangi absenteism, employee turnover, perilaku menyimpang ditempat kerja, perilaku kewargaan organisasi/organizational citizenship behavior, dan kepuasan kerja. Organizational citizenship behavior (OCB) dianggap sebagai suatu perilaku di tempat kerja yang sesuai dengan penilaian pribadi yang melebihi persyaratan kerja dasar seseorang. OCB juga dapat dijelaskan sebagai perilaku yang melebihi permintaan tugas. Gibson, et al (dalam Suzana, 2017) berpendapat bahwa organizational citizenship behavior sangat penting dalam kelangsungan hidup organisasi dan perilaku organisasional bisa memaksimalkan efisiensi dan produktifitas karyawan maupun organisasi yang pada akhirnya memberi kontribusi pada fungsi efektif dari suatu organisasi.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan bentuk perilaku kerja yang biasanya tidak terlihat atau diperhitungkan. Organization citizenship behavior (OCB) merupakan suatu perilaku kerja yang melebihi kebutuhan dasar dari seorang pekerja (Jahangir dalam Kusumajati, 2014). Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (dalam Kusumajati, 2014) mengatakan organizational citizenship behavior (OCB) adalah kebebasan perilaku individu, yang secara tidak langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward, dan memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi.

OCB juga sebagai perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak atau rekompensasi. Contohnya meliputi bantuan pada teman kerja untuk meringankan beban kerja mereka, tidak banyak istirahat, melaksanakan tugas yang tidak diminta, dan membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah. Kontribusi OCB merupakan penyumbang yang mungkin atau tidak mungkin menguntungkan pada masa depan. Intinya adalah penghargaan yang bertambah kepada OCB merupakan tidak langsung dan tidak pasti, dibanding dengan kontribusi formal seperti produktivitas yang tinggi atau teknik yang baik atau solusi yang inovatif (Organ dalam Kusumajati, 2014).

OCB merupakan perilaku individu yang bebas, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam sistem pemberian penghargaan dan dalam mempromosikan fungsi efektif organisasi atau dengan kata lain OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh system reward formal. Bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan persyaratan yang harus dilaksanakan dalam peran tertentu atau deskripsi kerja tertentu, atau perilaku yang merupakan pilihan pribadi (Podsakoff dalam Ticoalu, 2013).

Menurut Organ (dalam Utama, 2016) Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku dalam organisasi yang tidak secara langsung mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal. Menurut Erturk (dalam Utama, 2016), OCB (Organizational Citizenship Behavior) memiliki peran penting dalam meningkatkan efektivitas, efisiensi dan keuntungan bagi organisasi. Konsep dari OCB muncul sejak dua dekade yang telah lalu pada bidang perilaku organisasi dan hingga kini penelitian mengenai OCB terus berkembang. (Lee et al., dalam Utama, 2016).

OCB berperan meningkatkan produktifitas rekan kerja dan peningkatan manajerial. OCB adalah suatu dorongan melampaui persyaratan pekerjaan formal dan sulit untuk menegakkan atau bahkan mendorong untuk memunculkan OCB tersebut karena hal tersebut timbul dari diri sendiri. OCB juga dapat didefinisikan sebagai perilaku yang tidak secara langsung diakui oleh sistem reward organisasi (Chen dan Chiu, dalam Utama, 2016).

Menurut Aldag dan Resckhe (dalam Jaya, 2015), Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran ditempat kerja. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur ditempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku social yang positif, konstruktif dan bermakna membantu.

Dari pengertian diatas maka Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat disimpulakn bahwa OCB adalah suatu tindakan, perilaku ataupun sikap yang dilakukan oleh individu dalam suatu organisasi dengan membantu rekan kerja ataupun mengerjakan pekerjaan diluar job desk nya dengan suka rela yang akan mempengaruhi keefektifan suatu organisasi tanpa mengharapkan sebuah reward.

Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) menurut Organ (Titisari, 2014) adalah sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Dimensi - dimensi menurut Organ et.all (Titisari, 2014) menjelaskan bahwa :
  1. Altruism. Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan kewajiban yang ditanggungnya.
  2. Conscientiousness. Perilaku yang ditunjukan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh kedepan dari panggilan tugas.
  3. Sportmanship. Perilaku yang memberika toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam sportmanship akan meningkatkan iklim yang posistif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerjasama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.
  4. Courtessy. Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memerhatikan orang lain.
  5. Civic Virtue. Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seseorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
Organ (Titisari, 2014) juga menambahkan dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Peacekeeping, yaitu tindakan - tindakan yang menghindar dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilisator dalam organisasi) dan Cheerleading diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerjanya untuk mencapai lebih tinggi.

William dan Anderson (Titisari, 2014) ini menggunakan dua kategori OCB yaitu OCB-O dengan OCB-I. OCB-O adalah perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, seperti kehadiran di tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan mentaati perarturan - perarturan informal yang ada untuk memelihara ketertiban. OCB-I merupakan perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi individu lain dan secara tidak langsung juga memberikan kontribusi pada organisasi, seperti membantu rekan yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian secara pribadi pada karyawan lain. Kedua bentuk perilaku tersebut akan meningkatkan fungsi keorganisasian dan berjalan melebihi jangkauan dari deskripsi pekerjaan yang resmi.

Organ (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa dimensi-dimensi OCB seperti altruism, courtesy, peacekeeping dan cheerleading termasuk dalam kategori OCB-I, sementara conscientiousness, civic virtue dan sportmanship dikategorikan sebagai OCB-O.

Berdasarkan penjelasan diatas tentang dimensi-dimensi OCB adalah altruism yaitu menolong rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam bekerja maupun masalah pribadi, conscientiousness yaitu melakukan pekerjaan melebihi harapan perusahaan, sportmanship yaitu tidak keberatan atau mentoleransi saat perusahaan sedang kurang ideal, courtesy yaitu menjaga hubungan baik dengan rekan kerja, dan civic virtue yaitu melakukan inisiatif demi kemajuan perusahaan.

Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Jahangir et al dan Organ et al (dalam Wiranti, 2016) menyatakan bahwa OCB dipengaruhi oleh beberapa faktor :
  1. Budaya dan Iklim Organisasi. Menurut Organ (dalam Wiranti, 2016) terdapat bukti - bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama memicu terjadinya OCB. Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB didalam suatu organisasi. Budaya dan iklim organisasi yang positif membuat karyawan merasa ingin untuk melakukan pekerjaan yang melebihi apa yang telah disyaratkan dalam job descriptions sehingga senantiasa mendukung tujuan organisasi.
  2. Kepuasaan Kerja dan Komitmen Organisasi. Kepuasaan kerja diasumsikan sebagai penentu utama dari Organizational Citizenship Behavior (OCB). Dimana kepuasaan kerja mampu menurukan tingkat absensi, turnover dan psychological distress. Tingkat kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan akan menurunkan kecenderungan untuk mencari pekerjaan lain. Selain itu Sloat (dalam Wiranti, 2016) berpendapat bahwa karyawan cenderung bekerja melampaui tanggung jawab dan tugasnya apabila mereka merasa puas dengan pekerjaanya. Selain kepuasan kerja, komitmen organisasi sering disebut sebagai anteseden dari OCB. Komitmen organisasi dikonseptualisasikan sebagai kayakinan yang kuat, penerimaan atas tujuan organisasi serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi, dikarenakan komitmen organisasi mengarahkan perilaku positif walaupun tidak berikan reward secara formal, maka hal tersebut sejalan dengan OCB.
  3. Kepribadian dan Suasana hati. Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB secara individual maupun kelompok. Variabel kepribadi seperti conscientiousness, angreeableness memiliki hubungan yang signifikan dengan dimensi altruism dalam OCB. Sedangkan suasana hati postif maupun negatif akan berpengaruh terhadap sikap altruism karyawan. Karyawan yang memiliki suasana hati yang positif cenderung akan memberikan bantuan kepada rekan kerjanya dengan suka rela menurut Podsakoff et all (dalam Wiranti, 2016)
  4. Dukungan Organisasional. Studi Shore dan Wayne (dalam Wiranti, 2016) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional Perceived Organizational Support (POS) dapat menjadi prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB). Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung organisasi akan memberikan umpan balik (feedback) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.
  5. Persepsi Terhadap Kualitas interaksi atasan dan bawahan. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan merupakan faktor yang menyebabkan organizational citizenship behavior karyawan. Makin tinggi persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan, maka makin tinggi organizational citizenship behavior karyawan. Faktor kesediaan atasan menggunakan otoritasnya untuk membantu bawahan memecahkan masalah yang dihadapi bawahan memecahkan masalah yang dihadapi merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhi OCB (dalam Wiranti, 2016). Menurut Wayne, Shore, dan Leden (dalam Wiranti, 2016), karyawan yang memiliki kualitas interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat mengerjakan pekerjaan selain yang biasa mereka lakukan. Sedangkan karyawan yang memiliki kualitas interaksi yang rendah dengan atasannya lebih cenderung menujukkan pekerjaan yang rutin saja dari sebuah kelompok kerja.
  6. Masa kerja. Sommer, Bae, dan Luthans (dalam Wiranti, 2016) mengemukakan masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena variable-variabel tersebut mewakili “pengukuran” terhadap “investasi” karyawan di organisasi
  7. Jenis kelamin (gender). Morrison (dalam Novliadi, 2007) membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita. Wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa wanita cenderung menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan, dan aktivitas-aktivitas menolong sebagai bagian dari pekerjaan mereka (Diefendorff, Brown, Kamin, & Lord, dalam Wiranti, 2016).
Sedangkan menurut Podsakoff dalam Permadi (dalam Cahyono, 2015) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempenngaruhi Organizational citizenship behavior (OCB) adalah :
  1. Karakteristik Individu. Kepuasan karyawan, komitmen organisasi, motivasi kerja dan persepsi keadailan adalah dipandang sebagai faktor umum yang muncul sebagai penentu utama dalam Organizational citizenship behavior (OCB). Persepsi peran juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Kerancuan peran dan konflik peran diketahui berhubungan dengan kepuasan karyawan dan kepuasan berhubungan dengan organizational citizenship behavior (OCB)
  2. Karakteristik Tugas. Pada dasarnya uman balik tugas dan tugas yang memuaskan secara positif terkait, dan tugas rutin secara negatif dihubungan dengan Organizational citizenship behavior (OCB).
  3. Karakteristik Organisasi. Kohesivitas kelompok dan dukungan organisasi ditemukan secara signifikan berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
  4. Karakteristik kepemimpinan. Kepemimpinan memiliki peran kunci sebagai sebuah awal organizational citizenship behavior (OCB). Dukungan dan perilaku kepemimpinan transformasional, teori pertukuran pemimpin-anggota secara signifikan dan konsisten memiliki hubungan positif dengan organizational citizenship behavior (OCB).
Dari beberapa faktor diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi OCB. Diantaranya budaya dan iklim organisasi, kepuasaan kerja dan komitmen organisasi, kepribadian dan suasana hati, dukungan organisasi, kualitas interaksi atasan-bawahan, masa kerja dan jenis kelamin.

No comments:

Post a Comment