Banyak orang mengatakan, pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional market), sedangkan pasar konvensional adalah pasar yang rasional (rational market). Maksudnya, orang tertarik untuk berbisnis pada pasar syariah karena alasan-alasan keagamaan (dalam hal ini agama islam) yang lebih bersifat emosional, bukan karena ingin mendapatkan keuntungan financial yang bersifat rasional. Sebaliknya pada pasar konvensional atau non-syariah, orang ingin mendapatkan keuntungan fianacial sebesar-besarnya, tanpa terlalu peduli apakah bisnis yang digelutinya mungkin menyimpang atau malah bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam buku lain juga di jelaskan bahwa: pasar adalah tempat atau keadaan yang mempertemukan antara permintaan (penjual) dan penawaran (pembeli) untuk setiap jenis barang, jasa atau sumber daya. Pembeli meliputi konsumen yang membutuhkan barang dan jasa, ssedangkan bagi industri membutuhkan tenaga kerja, modal dan barang baku produksi baik untuk memproduksi barang maupun jasa. Penjual termasuk juga untuk industri menawarkan hasil produk atau jasa yang diminta oleh pembeli; pekerja menjual tenaga dan keahliannya, pemilik lahan menyewakan atau menjual asetnya, sedangkan pemilik modal menawarkan pembagian keuntungan dari kegiatan bisnis tertentu. Secara umum, semua orang atau industri akan berperan ganda yaitu sebagai pembeli dan penjual.
- Prinsip, Karakteristik, dan Praktik Pemasaran Nabi Muhammad SAW. Pada dasarnya dalam sistem ekonomi Islam, Mekanisme pasar dibangun atas dasar kebebasan, yakni kebebasan individu untuk melakukan transaksi barang dan jas. Sistem ekonomi Islam menempatkan kebebasan pada posisi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi, walaupun kebebasan itu bukanlah kebebasan yang mutlak seperti yang di anut oleh paham kapitalis. Namun, kebebasan itu diikat dengan aturan. Yaitu tidak melakukan kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan aturan syariat, tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak yang bertansaksi, dan senantiasa melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Prinsip-prinsip pemasaran islami menurut Abdullah Gymnastiar dan Hermawan Kertajaya adalah:
- Berlaku adil. Pada dasarnya kompetitor akan memperbesar pasar, sebab tanpa kompetitor industri tidak dapat berkembang dan kompetitor ini perlu diikuti mana yang bagus dan mana yang jelek, dimana kompetitor yang bagus perlu ditiru.
- Tanggap terhadap perubahan. Selalu ada perubahan dalam kegiatan perindustrian, sehingga langkah bisnis akan terus berubah untuk menyesuaikan dengan pasar. Kompetisi yang semakin sengit tidak dapat dihindari, arus globalisasi dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar dan selektif sehingga jika kita tidak sensitif terhadap perubahan maka kita akan kehilangan pelanggan.
- Berbuat yang terbaik dari sisi produk dan harga. Dalam konsep pemasaran islami, tidak diperbolehkan menjual barang jelek dengan harga yang tinggi, hal ini dikarenakan pemasaran islami adalah pemasaran yang fair dimana harga sesuai dengan barang/produk.
- Rela sama rela dan adanya hak khiyar pada pembeli (hak pembatalan terhadap transaksi). Nabi Muhammad SAW di utus oleh Allah SWT bukan sebagai seorang pedagang. Beliau adalah seorang nabi dengan segala kesabaran dan kemuliaannya. Beliau mengatakan dalam hadist-Nya “ aku diberi wahyu bukan untuk menumpuk kekayaan atau menjadi seorang pedagang.” Rahasia keberhasilan dalam perdagangan adalah sikap jujur dan adil dalam megadakan hubungan dagang dengan para pelanggan. Dengan berpegang teguh pada prinsip ini, Nabi Muhammad SAW telah memberi teladan cara terbaik untuk menjadi pedagang yang berhasil. Sebelum menikah dengan siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW telah berdagang sebagai direktur pemasaran Khadijah dan CO ke Syria, Yarusalem, Yaman, dan tempar tempat laiinya. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan umatnya untuk berbisnis (berdagang), karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga, tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain. Beliau pernah berkata “ Berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian penghidupan, sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”. Adapun di dalam Al-Qur’an juga mengatakan motivasi dalam berbisnis seperti berikut: Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. ( QS. Al-Baqarah, 198). Artinya: 275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. [175] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan. [176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
- Konsep Produk. Produksi merupakan urat nadi ekonmi. Di dalam kehidupan ekonomi tidak akan ada terjadi konsumsi, distribusi atau pun perdaganan barang dan jasa tanpa di awali dengan produksi. Secara umum produksi merupakan untuk menghasilkan barang dan jasa atau proses peningkatan utility (nilai) suatu benda. Dalam sistem ekonomi Islam, defenisi produksi tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan di atas. Akan tetapi, dalam sistem ini ada beberapa nilai yang membuat sistem produksi sedikit berbeda, dimana barang yang ingin diproduksi dan proses produksi serta proses distribusi harus sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dalam artian semua kegiatan yang bersentuhan dengan proses produksi dan distribusi harus dalam kerangka halal karea itu, terkadang dalam sistem ekonomi islam ada pembatasan produksi terhadap barang-barang mewah dan bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Dengan tujuan, untuk menjaga resources yang ada dan tetap optimal. Disamping itu, ada beberapa nilai yang dapat dijadikan oleh produsen khususnya muslim sebagai sandaran motifasi dalam melakukan proses produksi yaitu:
- Profit bukanlah merupakan satu-satunya eemen pendorong dalam berproduksi, sebaimana halnya yang terjadi pada sistem kapitalisme. Kendatipun profit sebagai target utama dalam produksi, namun dalam sistem ekonomi islam perolehan secara halal dan adil dalam profit merupakan motifasi utama dalam produksi.
- Produsen harus memperhatikan dampak sosial (social return) sebagai akibat atas proses produksi yang di lakukan. Kendatipun proses produksi pada suatu lingkungan masyarakat di anggap mampu menangani masalah sosial (pengangguran) namun harus memperhatikan dampak negatif dari proses proses yang berimbas pada masyarakat dan lingkungan, seperti lmbah produksi, pencemaran lingkungan kebisingan maupun ganguan lainnya.
- Produsen harus memperhatikan nilai-nilai spritualisme, dimana nilai tersebut harus dijadikan sebagai penyeimbang dalam dalam melakukan produksi.
- Konsep Harga. Konsep harga yang adil pada hakikatnya telah ada dan digunakan sejak awal kehadiran islam. Al-Quran sangat menekankan keadilan dalam setiap aspek kehidupan umat amnusia. Oleh karena itu, wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khususnya harga. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW. menggolongkan riba sebagai penjualan yang terlalu mahal melebihi kepercayaan para konsumen. Para fukaha yang telah menyusun berbagai aturan tarnsaksi bisnis juga mempergunakan konsep harga yang adil dalam kasus penjualan barang-barang cacat, penjalan yang terlalu mahal, penjualan barang-barang hasil timbunan, dan sebagainya. Secara umum para fukaha berfikir bahwa harga yang adil adalah harga yang dibayar untuk objek yang serupa. Oleh karena itu, mereka lebih mengenalnya sebagai harga yang setara (tsaman al-mist) ibnu Taymiyah menyatakan,“Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku ketika masyarakat menjual barang-barang dagangnya dan secara umum dapat diterima sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang yang serupa bagi barang-barang tersebut atau barabg-barang yangserupa pada waktu dan tempat khusus.” Ibnu taymiyah menjelaskan bahwa harga yang setara adalah harga yang dibentuk oleh kekuatan permintaan dengan penawaran. Ia menggambarkan perubahan harga pasar sebagai berikut,“Jika penduduk menjual barang barangnya secara normal (al-wajh al-ma’ruf) tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil kemudian harga tersebut meningkat karena pengaruh kelangkaan barang (yaitu, penurunan supplay) atau karena peningkatan jumlah penduduk (yaitu, peningkatan demand) kenaikan harga tersebut merupakan kehendak Allah SWT. Dalam kasus ini, memaksa penjual untuk menjual barang-barang mereka pada harga tertentu adalah salah (ikrah bi ghairi haq)” Ungkapan “ dengan jalan yang normal tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil” mengindikasikan bahwa harga yang setaa harus merupakan harga yang kompetitif, dan hanya praktik yang penuh dengan penipuan yang dapat menyebabkan kenaikan harga. Ibnu Taymiah mengemukakan konsep laba yang adil ia mengakui ide tentang keuntungan yang merupakan motivasi para pedagang. Menurutnya, para pedgang berhak memperoleh keuntungan melalui cara-cara yang dapat diterima secara umum (ar-ribh al-ma’ruf) tanpa merusak kepentingan dirinyadan kepentingan para pelanggannya. Seseoang yang memperoleh barang untuk mendapatkan pemasukan dan memperdagangkannya pada kemudian hari diizinkan melakukan hal tersebut. Akan tetapi, ia tidak boleh mengenakan keuntungan terhadap orang-orang miskin yang lebih tinggi dari pada yang sedang berlaku dan seharusnya tidak menaikan harga terhadap mereka yang sedang sangat membutuhkan (dharurah). Ibnu Taymiayah melarang penjalan yang dilakukan orang miskin dengan cara meng eksplaiotasi keadaannya. Penjual harus tetap menjual dengan harga yang dapat diterima secara umum apabila pembelinya adalah seseorang yang sangat membutuhkan barang-barang kebutuhan dasar, seperti makanan dan pakaian. Dengan kata lain, orang-orang miskin diperkenankan membeli barang-barang tersebut dengan harga yang secara umum dapat diterima dan seharusnya tidak membayar lebih besar dari pada harga tersebut. Pernyataan tersebut tidak berarti bawa setiap orang dapat mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan melempar hak penetapan harga dan penjual. Dalam hal ini, yang ia maksudkan adalah setiap orang dapat meminta regulasi harga dari pemerintah dan pemerintah harus menggunakan kekuasaannya. Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa ibnu taymiayh memandang laba sebagai penciptaan tenaga kerja dan modal secara bersamaan. Oleh karena itu, pemilik kedua faktor produksi berhak memperoleh bagian keuntungan. Dalam hal terjadi perselisihan, ia menyatakan keuntungan dibagi menurut cara yang dapat diterima secara umum oleh kedua belah pihak, yaitu pihak yang menginvestasikan tenaganya dan pihak yang menginvestasikan uangnya, ia menyatakan,“Karena keuntungan merupakan yambahan yang dihasilkan oleh tenaga pada satu pihak dan harta pada pihak lain, pembagian keuntungannya dilakukan dengan cara yang sama sebagai tambahan yang diciptakan oleh kedua faktor tersebut.”
- Konsep Promosi. Dibawah ini adalah daftar mengenai alat-alat promosi, yang penting, yang dapat dipakai untuk membangun suatu program penjualan yang efektif.
- Iklan,
- Kewiraniagaan
- Promosi konsumen
- Hadiah
- Perlombaan
- Penawaran kombinasi
- Metode yang bertujuan merangsang iklan dan promosi dealer
- Pameran dan eksibisi
- Resiprositas
- Jaminan dan servis
- Penawaran kompetitif.
- Konsep Distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari penting dari tori ekonomi mikro islam karena pembahasan distribusi berkaitan bukan saja berhubungan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek politik. Maka distribusi dalam ekonomi islam menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi islam dan konvensional sampai saat ini. Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi islam di tengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik. Dan hal itu memang tidak bisa disangkai beberapa aspek normatif yang berkaitan dengan firman Allah dan sabda Rasulullah SAW merupakan bagian kecil dari dakwahnya. Sebenarnya konsep Islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, dimana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiaannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan kesamaan hak hidup. Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan dengan beberapa masalah:
- Bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan
- Apakah distribusi pendapatan yang dilakukan harus mengarah pada pembentukan masyarakat yang mempunyai pendapatan yang sama.
- Siapa yang menjamin adanya distribusi pendapatan ini di masyarakat
Untuk menjawab masalah ini Islam telah menganjurkan untuk mengerjakan zakat, infaq, sadakah. Kemudian Baitul Mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung. Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam Islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda, mampu atau tidak mmpu saling bisa mensyantuni, menghargai dan menghormati peran masig-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah.
SUMBER :
- Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: Mizan Media Utama/ MMU, 2006)
- Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
- Dr. Rozalinda, M.Ag, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktifitas Ekonomi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014)
- Abdullah Gymnasiar dan Hermawan Kertajaya, Berbisnis Dengan Hati, Jakarta: Mark Plus & CO, 2004
- Ahmad Mustafa Al- Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 3, (Semarang: CV. Toha Putra,1993)
- Dr, Y. Sonafist dan Desiana, M.EI, Ekonomi Islam Dalam Menjawab Tantangan Global, (Sungai Penuh: Stain Kerinci, 2011)
- Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2013)
- Prof. Stewart H. Rewoldt DKK, Strategi Promosi Pemasaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)
- Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002)
No comments:
Post a Comment