Pengertian Ila’

Friday, November 16, 2018

Rukun dan Syarat Jual Beli Salam

Pengertian Jual Beli Salam

Secara terminologi, jual beli salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudikan hari yang disifatkan dalam pertanggungjawaban, dengan ucapan menyerahkan, ”Saya menyerahkan kepada engkau dua puluh perak terhadap dua puluh bambu yang sifatnya begini-begini.”

Dasar Hukum Jual Beli Salam
  1. Alquran. Sesuai dengan firman Allah Swt sebagai berikut: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah, tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah : 282)
  2. Al Hadits. Nabi juga menjelaskan pada hadist riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan: “Siapa saja yang melakukan jual beli salam (salaf), maka lakukanlah dalam ukuran (takaran) tertentu, timbangan tertentu dan waktu tertentu”. (HR. Bukhari-Muslim). Hadist lain menjelaskan tentang jual beli Salam yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah “Barang siapa yang melakukan salaf dalam sesuatu maka janganlah dia mengalihkannya kepada sesuatu yang lain.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
  3. Fatwa MUI. Ketetapan Fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam hal yaitu: 
    1. Ketentuan tentang pembayaran
      1. Alat bayar harus diketahui jumlah bentuknya, baik berapa uang banrang dan manfaat.
      2. Pembayaran harus dilakukan pada sat kontrak disepakati.
      3. Pembayaran tidak boleh dalam bantuk pembebasan utang.
    2. Ketentuan tentang barang
      1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
      2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya,
      3. Penyerahan tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
      4. Hanya dilakukan kemudian
      5. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan dan pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
    3. Ketentuan tentang Salam Paralel (As-salam Al-mawaziy). Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari, damn tidak berkaitan pada akad pertama. 
    4. Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya.
      1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah barang yang telah disepakati.
      2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak bolehmeminta tambahan harga.
      3. Jika Penjual menerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, pembeli tidak boleh menuntutpengurangn harga (Diskon).
      4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga.
      5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ada dua pilihan yakni :
        1. membatalkan kontrak dengan meminta kembali uangnya,
        2. menunggu sampai barang tersedia.
    5. Pembatalan kontrak, pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.
    6. Perselisihan, jika terdapat perselisihan antar kedua belajh pihak, persoalan itu diselesaikan melalui Badan Arditrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Berdasarkan ayat Al-Qur`an dan Hadits Nabi dan Fatwa Ulama di atas, praktek jual beli Salam berarti dibenarkan dalam islam.

Rukun dan Syarat Jual Beli Salam

Rukun yang harus dipenuhi dalam akad jual beli salam, menurut mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
  1. Orang yang berakal, baligh, dan berakad.
  2. Barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya, waktunya, dan harganya.
  3. Ijab dan Kabul.
Sedangkan syarat-syarat jual beli salam adalah sebagai berikut :
  1. Syarat yang terkait dengan modal/harga, harus jelas dan terukur, berapa harga barangnya, berapa uang mukanya, dan berapa lama, sampai pembayaran terakhirnya.
  2. Syarat yang berhubungan dengan barang (obyek) salam harus jelas jenis, ciri-cirinya, kualitas dan kuantitasnya.
Menurut Imam Malik Syafie dan Ahmad Bin Hambal, kebolehanmtransaksi salam, didukung oleh enam syarat :
  1. Jenis diketahui;
  2. Sifatnya diketahui;
  3. Kadarnya diketahui;
  4. Tempo yang diketahui;
  5. Harga yang diketahui dan
  6. Harga yang diserahkan di kala itu juga. Kebolehan transaksi salam, juga berlaku terhadap barang yang belum ada sewaktu diakadkan, sebaliknya Hanafi tidak menyepakati, karena kebolehan salam terletak pada keberadaan benda tersebut dari waktu ke waktu.
Sementara itu, ada sebagian ulama yang mengecualikan emas dan perak, dengan alasan terlalu dekat dengan larangan riba. Karena itu, kemungkinan riba tersebut terkait dengan mempercepat pembayaran, memperlambat penyerahan barang, sementara harapan keuntungan tidak bias dihindarkan.

Berakhirnya Aqad Salam

Berakhirnya akad salam adalah jika beberabrapa hal berikut terjadi:
  1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
  2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.
  3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah diserahkannya. Pembatalan dimungkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayar. Dapat juga berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal salam.

SUMBER :
  • Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, ( Bandung: Pustaka Setia, 1989)

No comments:

Post a Comment