Pengertian Ila’

Monday, November 5, 2018

Aggressive Driving

Pengertian Aggressive Driving

Menurut Tasca (dalam utari, 2016), suatu perilaku mengemudi dikatakan agresif jika dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan atau upaya untuk menghemat waktu.

Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh disuasana lalu lintas tenang (Houston, dkk.; dalam utari, 2016).

Menurut James & Nahl (2000), aggressive driving mengacu kepada perilaku kesembronoan, seperti menerobos lampu merah atau kekerasan pada pengemudi lain. Kebiasaan mengemudi agresif yang mendarah daging, meliputi semua aspek mengemudi, apakah itu pengkritik yang kronis, pemaki, mengemudi dijalur gerbong, pengisi celah, mengemudi yang terlalu dekat dengan pengemudi lain, mengemudi terlalu cepat, atau keseluruhannya.

Freud (dalam James & Nahl, 2000), mengembangkan teori Darwin dari aggresi manusia, masih popular hingga saat ini, yang memperlihatkan kemarahan sebagai insting biologis. Agresi dan kekerasan memaksa destruktif diridalam perjuangan bawaan antara hidup dan mati.Agresivitas dan ketegasan jelas berbeda maksudnya, tetapi terkadang mereka sulit untuk membedakan perilaku.Dalam masyarakat, kompetisi dan ketidaksetujuan sering digunakan sebagai mekanisme untuk membangun identitas.Teori biologis dari agresivitas juga telah digunakan untuk merealisasikan perilaku mengemudi agresif.

Menurut Philippe, dkk. (2009), gairah seseorang juga dapat mempengaruhi aggressive driving.Ada dua jenis gairah yang diteliti olehnya, yaitu gairah obsesi dan gairah harmoni.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli mengenai aggressive driving, maka dapat disimpulkan bahwa aggressive driving merupakan suatu perilaku dalam mengemudi yang mengacu pada perilaku kesembronoan dan kekerasan, yang dilakukan dengan sengaja dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan atau upaya untuk menghemat waktu yang dipengaruhi oleh emosi yang terganggu yang menghasilkan perilaku yang mengakibatkan risiko terhadap orang lain melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh disuasana lalu lintas tenang.

Bentuk Perilaku Aggreassive Driving

James & Nahl (2000) menyebutkan beberapa bentuk perilaku lain yang dilakukan oleh aggreassive driver, yaitu:
  1. Making obscene gestures, yaitu membuat isyarat yang tidak sopan yang ditujukan kepada pengendara lain.
  2. Passing on the shoulder, yaitu mengemudi terlalu merapat kebahu jalan.
  3. Failing to yield to merging traffic, yaitu kurangnya rasa mengalah pengemudi untuk mengantri pada saat jalan sedang macet.
  4. Flashing high beams at other drivers, yaitu mengedip-ngedipkan lampu jauh pada pengemudi lain.
  5. Speeding up to yellow light, yaitu mempercepat kendaraan saat lampu kuning menyala.
  6. Changing lane without signaling, yaitu mengganti jalur tanpa memberi tanda kepada kendaraan lain.
  7. Blocking the lane, yaitu menghalangi jalan orang lain.
  8. Honking the horn, yaitu membunyikan klakson.
  9. Going over speed limit, yaitu mengemudi diatas batas kecepatan.
  10. Tailgating, yaitu mengemudi dengan jarak yang sangat dekat dengan orang didepan agar pengemudi didepan melaju lebih cepat.
Aspek Konflik Dalam Mengemudi

James & Nahl (2000) menyebutkan beberapa aspek konflik dalam mengemudi yang dilakukan sebagai stressor,yaitu:
  1. Immobility. Sebagian besar tubuh tetap diam dan pasif selama mengemudi, tidak seperti berjalan, diamana seluruh tubuh mengerahkan usaha dan tetap berlanjut dengan aktif.Ketegangan cenderung terbentuk saat tubuh secara fisik terbatasi.
  2. Restriction. Dicegah untuk maju saat yang diinginkan dapat membangkitkan frustasi, dan bersamaan dengan itu kegelisahan dan keinginankuat untuk melepaskan diri dari ratifikasi tersebut.
  3. Regulation. Mengemudi merupakan aktivitas yang diatur dengan tinggi.Pengemudi dihukum untuk mengatur kekerasan.Peraturan ini, meskipun diperbolehkan dan jelas dibutuhkan, terasa seperti pemaksaan dan membangkitkan banyak pemberontakan, yang mana meminta mereka untuk mengabaikan aturan yang terlihat menjadi salah atau tidak masuk akal.
  4. Lack of personal control. Kurangnya control pribadi atas kejadian lalulintas ini membuat frustasi dan sering menyebabkan pelampiasan kemarahan kepada siapapun disekitarnya, biasanya pengemudi lain atau penumpang.
  5. Being put in danger. Lalu lintas padat yang dipenuhi dengan pengemudi yang tidak sabar dan agresif dapat menjadi menyeramkan dan menimbulkan perseteruan, dalam beberapa waktu.
  6. Territoriality. Mobil kita adalah kastil kita dan ruang disekitar mobil adalah wilayah kita. Ketika ada pengemudi lain yang menyerbu wilayah kita dan mengancam kastil kita, kita sering merespon dengan permusuhan, ketika dengan gerakan berperang dan reaksi yang agresif untuk kejadian rutin.
  7. Diversity. Adanya perbedaan dalam masyarakat kurang terprediksi karena pengemudi dengan keahlian yang berbeda dan tujuan tidak berperilaku menurut norma yang diharapkan.
  8. Multitasking. Peningkatan komplesitas dashboard dan aktivitas mobil lainnya seperti berbicara ditelepon atau mengecek email menantang kemampuan kita untuk tetap waspada dan fokus dibelakang kemudi.
  9. Denial. Ketika penumpang mengeluh atau ketika pengemudi lain terancam oleh kesalahan peengemudi lainnya, ada kecenderungan yang kuat dari individu untuk menyangkal kesalahan dan melihat keluhan sebagai sesuatu yang berlebihan, perseteruan atau tidak beralasan. Penyangkalan ini disebabkan karena kita merasa marah dan benar sendiri cukup untuk menghukum dan membalas.
  10. Negativity. Budaya saling permuduhan antar pengemudi memperlihatkan kehidupan emosional yang positif dan negatif dibelakang kemudi.
  11. Self_serving. Kejadian dalam mengemudi tidaklah netral, seseorang selalu dianggap bersalah. Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain adalah alami, tetapi mempengaruhi memori dari apa yang terjadi dan kita dengan mudah kehilangan objektivitas dan menilai dalam perselisihan.
  12. Venting. Budaya kita memungkinkan dan bahkan mendorong seseorang untuk melampiaskan kemarahan.Hal tersebut seharusnya menjadi sehat untuk “melepaskan” bukannya menyimpannya di dalam.Tetapi melampiaskan memiliki logika sendiri dan pelampiasan kemarahan cenderung untuk berkembang sampai pecah menjadi permusuhan yang terbuka.
  13. Unpredictability. Lingkungan mengemudi membutuhkan penyesuaian emosional yang konstan terhadap kejadian tak terduga, membosankan, brutal, dan berbahaya
  14. Isolation. pengemudi tidak dapat berkomunikasi. Tidak ada cara mudah untuk mengatakan,”oops, maaf!” sebagaimana yang kita lakukan di antrian bank.
  15. Emotional challenges. Banyak dari pengemudi yang tidak profesional tidak cukup latihan dalam keahlian kognitif dan afektif. Keahlian kognitif merupakan kebiasaan yang baik dari pikiran dan menilai dalam situasi yang menantang..keahlian afektif merupakan kebiasaan yang baik dari sikap dan memotivasi dalam situasi yang menantang. Pengemudi sering kali kurangnya keahlian untuk mengatasi emosi dalam mengemudi.

No comments:

Post a Comment