Pengertian Ila’

Saturday, September 15, 2018

Tujuan Komunikasi Terapeutik

Pengertian Komunikasi Terapeutik

Yubiliana (2017) komunikasi terapeutik adalah pengiriman pesan antara pengirim dan penerima pesan dengan interaksi antara keduanya yang bertujuan untuk memberikan pengobatan atau menyembuhkan.

Menurut Pieter (2017) komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan dan memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien.

Uripni, dkk (dalam Taufik dan Juliane, 2011) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai komunikasi secara sadar di mana kegiatan dan tujuan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Machfoedz (2009) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik ini merupakan pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam suatu komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien.

Mundakir dalam Sugito (2012) mendefiniskan komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Sedangkan menurut Kathleen (dalam Hermawan, 2009) komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien dan perawat keduanya menunjukkan sikap hormat akan individualitas dan harga diri.

Menurut Rogers (dalam Rachmaniar, 2015) komunikasi terapeutik adalah bukanlah apa yang dilakukan seseorang tetapi bagaimana seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi khusus yang dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesehatan pasien.

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Karakteristik komunikasi terapeutik yaitu keikhlasan (genuineness), empati (emphaty), dan kehangatan (warmth) (Rogers dalam Sugito, 2012):
  1. Keikhlasan (genuineness). Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan perawat tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi perlu selalu dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak bentuk perasaat negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien, hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien. Tidak selalu untuk melakukan keikhlasan. 
  2. Empati (emphaty). Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami klien, dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (obyektif) yang didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung pada pengalaman diantara orang yang terlibat dalam komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri klien, jika perawat mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Hal ini sulit dilaksanakan kecuali bila ada kesamaan dan keseragaman pengalaman atau situasi yang relevan, meskipun terkadang perawat sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai kunci sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang dirasakan klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas.
  3. Kehangatan (warmth). Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dilakukan untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “uneg-uneg” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien.
Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Pieter (2017) secara garis besar tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif, adaftif, dan pertumbuhan meliputi:
  1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan. Hal ini sekaligus juga berfungsi untuk mengurangi keraguan dan membantu pasien mengelola kekuatan dirinya secara efektif.
  2. Membantu pasien dalam beradaptasi. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan salin bergantung dengan orang lain.
  3. Membantu pasien dalam merealisasikan dirinya sebagai upaya mempertahankan sikap penerimaan diri dan peningkatan penghormatan dirinya.
  4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk membuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.
  5. Meningkatkan rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah.
  6. Mempererat hubungan internasional antara perawat dan pasien secara profesional dan proporsiona.
Sundeen (dalam Taufik dan Juliane, 2011) menyatakan tujuan komunikasi terapeutik diarahkan kepada pertumbuhan klien meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
  2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
  3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung, dan mencintai.
  4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.
Menurut Machfoedz (2009) tujuan komunikasi terapeutik adalah:
  1. Menggali perasaan, pikiran, perilaku, dan pengalaman sendiri
  2. Mengerti tentang peran yang dimainkan oleh pasien dan orang lain dalam masalah yang diidentifikasi
  3. Bertindak memuji penyelesaian masalah kehidupan pasien melalui pilihan yang telah ditentukan.
Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut Machfoedz (2009) perbedaan mendasar yang membedakan komunikasi sosial dan komunikasi terapeutik dapat dilihat dari segi, sebagai berikut:
  1. Perawat harus mampu mengenali dirinya sendiri sebelum perawat tersebut mengenali pasiennya. Kondisi ini diciptakan sendiri oleh perawat sehingga pasien akan percaya ketika perawat memberikan tindakan keperawatan.
  2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya, dan menghargai. Perawat dan pasien harus saling menghargai, perawat tidak boleh menganggap pasien rendah, dan bodoh. Pasien harus dihargai dan dimanusiakan sebagai pasien yang terhormat.
  3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. Perawat harus mengerti bahwa pasien mempunyai adat, nilai budaya yang berbeda-beda, sehingga perawat bisa memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan adat dan nilai luhur yang dianut oleh pasien.
  4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. Pasien yang dirawat dirumah sakit tidak hanya sakit secara fisik tetapi juga mental dan emosi. Perawat harus bisa memahami pemenuhan kebutuhan tersebut sampai kebutuhan fisiologis pasien benar-benar terpenuhi.
  5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi pasien. Pasien yang dirawat dirumah sakit merasakan suasana yang asing, terlebih bagi pasien yang baru pertama kali merasakan perawatan di rumah sakit. Perawat diharapkan mampu menciptakan suasana yang nyaman dan aman bagi pasien, misalnya dengan mengurangi kegaduhan, mengatur jam kunjung, mengatur jam perawatan dan pengobatan.
  6. Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.
  7. Mampu mempertahankan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensi.
  8. Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan yang bukan terapeutik.
  9. Kejujuran dan keterbukaan komunikasi merupakan dasar hubungan terapeutik.
  10. Perawat sebagai individu yang merawat pasien diharapkan mampu memerankan model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.
  11. Perawat harus mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien untuk berkembang tanpa rasa takut.
  12. Perawat diharapkan dalam memberikan sesuatu tindakan apapun tidak mengharapkan balasan apapun dari pasien
  13. Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat harus bisa dipertanggungjawabkan secara lisan maupun tulisan.
  14. Memperhatikan etika dengan berusaha agar setiap pengambilan keputusan didasarkan atas prinsip kesejahteraan manusia.

No comments:

Post a Comment