Pengertian Ila’

Monday, August 6, 2018

Polymerase Chain Reaction

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (amplifikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 dalam Sandra, R.N., 2011).

Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan ssampel DNA dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA yang diinginkan.

Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010). PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5’dari dua untaian skuen target.Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA template dikopi oleh DNA polimerase.Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA substrat melalui pemanasan.

Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA, nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu.

Langkah-langkah siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA leleh .Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi spesifik siklus termal.

No comments:

Post a Comment