Pengertian Ila’

Monday, August 6, 2018

Hadhanah dan Dasar Hukum Hadhanah

A. Pengertian Hadhanah

Hadhanah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti antara lain: Hal memelihara, mendidik, mengatur, mengurus segala kepentingan/urusan anak-anak yang belum mumayyiz (belum dapat membedakan baik dan buruknya sesuatu atau tindakan bagi dirinya).

Hadhanah berasal dari kata al-hidhn, yaitu bagian yang terletak di bawah ketiak atau pinggul. Kalimat ﺣﻀﻧﺎاﻟﺸﯿﱨ artinya sesuatu yang berada disamping. Kalimat ﺤﺿناﻠﻃﺎﺋﺮﺒﻴﺿﮫ artinya burung mengayomi telur di bawah sayapnya. Begitu pula dengan seorang perempuan yang merawat anaknya.

Secara syariat, hadhanah (mengasuh anak) adalah menjaga anak-anak yang belum bisa membedakan (tamyiz) dan belum mandiri, dan mendidiknya dengan pendidikan yang memperbaiki jasmani dan rohaninya, serta menjaganya dari apa yang berbahaya baginya.

Definisi hadhanah menurut ahli fikih adalah aktifitas merawat anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan, atau anak yang belum dewasa yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri, melakukan yang terbaik untuk dirinya, menjaga mereka dari sesuatu yang menyakiti dan menimbulkan mudharat baginya, memberikan pendidikan kepadanya baik secara jasmani, emotional dan akalnya sampai mereka mampu berdiri sendiri dalam menghadapi kehidupan dan memikul tanggung jawabnya.

B. Dasar Hukum Hadhanah

Dasar hukum hadhanah (pemeliharaan anak) adalah firman Allah SWT. (QS.Al-Tahrim Ayat):

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. . . (QS. Al-Tahrim : 6)

Pada ayat ini, orang tua di perintahkan Allah SWT. Untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.

Mengasuh anak-anak yang masih kecil adalah wajib, sebab mengabaikannya berarti mengahadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitan ini, terutama ibunyalah yang yang berkewajiban melakukan hadhanah. Rasulullah SAW. Bersabda, yang artinya: “Engkaulah (ibu) yang berhak terhadap anaknya.”

Kewajiaban kedua orang tua adalah mengantarkan anak-anaknya, dengan cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan untuk bekal mereka di hari dewasa. Orang tua memenuhi kewajibannya menurut kemampuannya. Apabila kedua orangtuanya berhalangan, tanggung jawab tersbut dapat dialihkan kepada keluarganya yang mampu. Firman Allah dalam surah Al-Baqarah Ayat 233:

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 233)

Ayat di atas menganjurkan kedua orang tua untuk memperhatikan anak-anaknya. Dan seorang ayah dibebani tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Meskipun ayat tersebut tidak secara eksplisit menegaskan bahwa tanggung jawab pemeliharaan anak menjadi beban yang harus dipenuhi suami sebagai seorang ayah, namun pembebanan ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu melekat didalamnya, tanggung jawab pemeliharaan anak. Hal ini diperkuat lagi dengan ilustrasi, apabila anak tersebut disusukan oleh wanita lain yang bukan ibunya sendiri, maka ayah bertanggung jawab untuk membayar perempuan yang menyusui secara makruf. Dalam riwayat al-Baihaqy dari Abi Rafi’ Rasulullah SAW. Mengatakan:

ﺣﻖاﻟﻮﻟﺪﻋﲆاﻟﻮاﻟﺪاݩﯾﻌﻠﻤﻪاﻟﻜﺗﺎﺑﺔﻮاﻟﺴﺑﺎﺣﺔﻮاﻟﺮﻣﺎﻳﺔﻮاݩﻻﻳﺮزﻗﻪاﻻﻃﻴﺑﺎ (رﻮﻩﻟﺒﻬﻖ)

Artinya: Hak seorang anak atas orang tuanya adalah hendaknya orang tuanya mengajarinnya menulis, renang, memanah, dan tidak memberinya rezeki kecuali rezeki yang baik (tayyib).

Dalam riwayat yang lain Ibn Abbas:

ﺤﻖاﻟﻮﻟدﻋﲆﻮاﻟدﻩاﻦﻳﺣﺴﻦاﺳﻤﻪﻮﻳﺤﺴﻦﻣﻮﺿﻌﻪﻮﻳﺤﺴﻦادﺑﻪ ( رواﻩاﻟﺒﻴﻬﻘﻰ )

Artinya: Hak seorang anak atas orang tuanya, hendaknya ia memberi nama yang baik, dan mengajari sopan-santun yang baik (Riwayat al-Baihaqy).

Dalam konteks kehidupan modern yang ditandai dengan adanya globalisasi dalam semua aspek kehidupan manusia, term pemeliaraan anak perlu dipahami secara lebih luas dan menyeluruh. Ini dimaksudkan, agar orang tua tidak hanya memprioritaskan kewajibannya pada terpenuhinya kebutuhan materiil si anak, tetapi lebih dari itu kebutuhan mereka akan cinta dan kasih sayang , turut menjadi faktir penentu pembentukan kepribadian anak. Kualitas komunikasi antara anak dan orang tuanya mutlak perlu mendapat perhatian. Apabila hal ini tidak terpenuhi, pada akhirnya si anak akan mencari kompensasi diluar, yang besar kemungkinan akan lebih besar mendapat pengaruh negatif dari pergaulan mereka.

Karena itu nasihat bijak seorang ahli hikmah yang diabadikan al-qur’an. Hal ini perlu mendapat penekanan, karena tidak jarang kasus-kasus yang terjadi kenakalan remaja adalah salah satu akibat pemahaman orang tua bahwa pemeliharaan anak telah terpenuhi manakala kebutuhan material mereka tercukupi. Mereka tidak sempat mengontrol anak-anak mereka. Cakupan tanggung jawab pemeliharaan terhadap anak menurut nasihat Luqman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Dalam surah luqman ayat: 13.

Artinya: dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Didalam ayat ini luqman mengajarkan anak nya agar tidak menyekutukan Allah SWT. karena menyekutukan Allah adalah perbuatan kezaliman yang besar, yang tidak akan diampuni oleh Allah. Dan pada QS.Luqman ayat: 16-17 yang menjelaskan tentang perbuatan dan menaati perintah Allah SWT:

Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Demikianlah beberapa pokok nasihat Luqman al-Hakim kepada putranya, kewajiban orang tua yang harus dipenuhi. Sebab kegagalan memelihara anak dalam membekali kebutuhan mereka, terutama bekal keagamaan, bukan saja merugikan diri si anak yang bersangkutan, namun kedua orang tuanya pun akan menderita kerugian yang tidak kecil. Karena kelak diakhirat, mereka dituntut untuk mempertanggungjawabkannya. Yang jelas peranan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap arah dan perkembangan keagamaan anak.

SUMBER :
  • Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian fikih nikah lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet. 2
  • Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonsia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), Cet.1

No comments:

Post a Comment