Pengertian Ila’

Monday, August 6, 2018

Hasil Untuk Hadhanah

Upah pengasuhan anak sama seperti upah penyusuan anak. Ibu tidak berhak menerima upah pengasuhan selama dia masih menjadi istri dari bapak anak kecil tersebut atau selama masih dalam masa ‘iddahnya. Sebab, pada kondisi seperti ini, dia masih memiliki hak untuk mendapatkan nafkah sebagai istri atau nafkah selama ‘iddah. Allah SWT. berfirman :

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf…(QS.Al-Baqarah:233)

Jika masa ‘iddah sudah habis, maka ibu berhak menerima upah pengasuhan anak sebagaimana dia berhak menerima upah menyusui anak. Allah SWT. berfirman:

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Ath-Thalaq:6)

Perempuan selain ibu dibolehkan menerima upah pengasuhan sejak awal dia mengasuh, sebagaimana perempuan yang biasa mengambil upah untuk menyusukan anak kecil. Seorang ayah wajib membayar upah penyusuan dan hadhanah, juga wajib membayar ongkos sewa rumah atau perlengkapannya jika sekiranya si ibu tidak memiliki rumah sendiri sebagai tempat mengasuh anak kecilnya. Ia juga wajib membayar gaji pembantu rumah tangga atau menyediakan pembantu tersebut jika si ibu membutuhkannya, dan ayah memiliki kemampuan untuk itu. Hal ini bukan termasuk dalam bagian nafkah khusus bagi anak kecil, seperti: makan, minum, tempat tidur, obat-obatan dan keperluan lain yang pokok yang sangat dibutuhkannya. Tetapi gaji ini hanya wajib dikeluarkannya saat ibu pengasuh menangani asuhannya. Dan gaji ini hanya menjadi hutang yang ditanggung oleh ayah serta baru bisa lepas dari tanggungannya ini kalau dilunasi atau dibebaskan.

Jika di antara kerabat anak kecil ada orang yang pandai mengasuhnya dan melakukannya dengan suka rela, sedangkan ibunya sendiri tidak mau kecuali kalau dibayar, maka jika ayahnya mampu dia boleh dipaksa untuk membayar upah kepada ibunya tersebut dan ia tidak boleh menyerahkan kepada kerabat perempuannya yang mau mengasuhnya dengan suka rela, bahkan si anak kecil itu harus tetap pada ibunya. Sebab asuhan ibunya lebih baik untuknya apabila ayahnya mampu membayar untuk upah ibunya. Tetapi ayahnya tidak mampu, ia boleh menyerahkan anak kecil itu kepada kerabatnya yang perempuan untuk mengasuhnya dengan suka rela, dengan syarat perempuan ini dari kalangan kerabat si anak kecil dan pandai mengasuhnya. Hal ini berlaku apabila nafkah itu wajib ditanggungoleh ayah. Adapun apabila anak kecil itu sendiri memiliki harta untuk membayar nafkahnya, maka anak kecil inilah yang membayar kepada pengasuh suka relanya. Di samping untuk menjaga hartanya juga karena ada salah seorang kerabatnya yang menjaga dan mengasuhnya.

SUMBER :
  • Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2013), Cet.1
  • Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an terjemah, (Depok: Al-Huda, 2005)

No comments:

Post a Comment