Globalisasi adalah karateristik hubungan antara penduduk bumi yang melampaui batas-batas konvesional, seperti bangasa dan negara. Dalam proses tersebut, dunia telah dimanfaatkan serta terjadi intensifikasi kesadaran terhadap dunia sebagai suatu ketentuan utuh. Globalisasi, sebagai suatu proses memang mengalami akselerasi sejak beberapa dekade terakhir ini, tetapi proses yang sesungguhnya sudah berlangsung sejak jauh dimasa silam, semata-mata karena adanya predisposisi umat manusia untuk bersama-sama hidup disuatu wilayah dan karena itu dikondisikan untuk berhubungan dan menjalin hubungan satu sama lain. Keadaan demikian mengisyaratkan bahwa relasi antara kekuatan bangsa-bangsa didunia akan sangat mewarnai permasalahan sosial, ekonomi dan hukum dari suatu negara. Meski permasalahan tersebut pada mulanya tanpa domestik tetapi lambat laun menyingkap adanya kekuatan antar bangsa belakangnya. Dari titik ini, permasalahanya menjadi kian rumit dan kalangan intelektual berusaha untuk mendiskripsikan fenomena tersebut yang awalnya memiliki arah domestik, dan teknologi.
Dalam dunia bisnis misalnya globalisasi tidak hanya sekedar berdagang dibeberapa negara didunia, tetapi berdagang diseluruh dunia dengan cara baru menjaga keseimbangan antara kwalitas global dari produksi dengan kebutuhan luas yang bersifat lokal dari konsumen. Disinilah hukum ditantang untuk berperan sebagai mekanisme pengintegrasi yang dapat mengakomodasikan berbagai dimensi kepentingan, baik antara kepentingan international. Dinamika arus perubahan ekonomi yang ekselerasif berimplikasi pula pada sistem sosial, serta dengan sendirinya memasuki wilayah hukum. Dengan demikian hukum sebagai salah satu subsistem sosial, tidak bisa lepas dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk didalamnya perunahan ekonomi. Globalisasi hukum, mengharuskan Indonesia untuk segera melahirkan ketentuan perundang-undangan yang menjadi tuntutan internasional, salah satu kebutuhan mendasar tersebut adalah Undang-undang pencucian Uang. Tindak pidana pencucian uang sebagaimana terdapat dalam penjelasan umum menerangkan bahwa, berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh koperasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat.
Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan (blibery), penyeludupan barang, penyeludupan tenga kerja, penyeludupan imigran, perbankan, perdagangan gelap, perdagangan narkotika dan pisikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata dan berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan, karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk kedalam sistem keuangan. Dengan cara demikian, asal usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang (Money Laundering). Pertama-tama yang harus ditempuh oleh suatu negara untuk dapat mencegah dan memberantas praktek pencucian uang adalah, dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum dengan berat para pelaku kejehatan tersebut. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan tindak pidana pencucian uang dapat dicegah dan diberantas, antara lain kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang, terdiri atas :
- Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal yang berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (Cheque, wesel bank, sertifikat deposito dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.
- Transfer yakni upaya untuk mentrasfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia Jasa Keuangan (termasuk bank) sebagai hasil upaya penempatan ke Penyedia Jasa Keuangan lain. Dengan dilakukan layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.
- Menggunakan harta kekayaan yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer, sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang halal, untuk legiatan bisnis yang halal atau untuk membiayaiai kegiatan kejahatan.
SUMBER :
- Roland Roberston, Globalizasion, Social Theori and Global Culture dalam Problema Globalisasi Perspektif Sosiologi Hukum Ekonomi dan Agama
No comments:
Post a Comment