Perilaku manusia dalam konteks syari’ah dapat berbentuk perbuatan ibadah dan dapat berbentuk perbuatan muamalat. Tentunya, dalam hal ibadah, harus sesuai dengan yang diperintahkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan dalam perbuatan muamalah, selama tidak ada larangan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hukumnya ‘boleh’. Manullang (1985: 17) mendefinisikan manajemen sebagai “seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Sedangkan Gronroos (1990: 27) mendefinisikan pelayanan sebagai “suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara anggota dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan nasabah/anggota” Berdasarkan pengertian manajemen dan pelayanan tersebut diatas, manajemen pelayanan dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan. Dan sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang berjuang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh.” (QS. Ash-Shaff : 4)
Dalam manajemen pelayanan menurut syari’ah merupakan perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali karena menyadari adanya pengawasan dari yang Maha Tinggi, yaitu Allah SWT. Yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)Nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)Nya pula. (QS. Al-Zalzalah : 7-8)
Setiap kegiatan dalam manajemen pelayanan syari’ah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi. Istilah amal saleh tidak semata-mata diartikan ‘perbuatan baik’ seperti yang dipahami selama ini, tetapi merupakan amal perbuatan baik yang dilandasi iman, dengan beberapa persyaratan yaitu: niat yang ikhlas karena Allah, tata cara pelaksanaannya sesuai syariah, dan dilakukan dengan penuh kesungguhan. Hal ini akan membawa untuk menyadari bagaimana berperilaku secara benar dan konsisten, merasa di awasi oleh Allah ketika melaksanakan suatu pekerjaan, sehingga tanggung jawabnya bukan hanya kepada pemimpin, tetapi kepada Allah SWT. Dalam manajemen pelayanan syari’ah, aspek tauhid sangatlah kuat, sehingga seseorang akan benar dan jujur ketika diawasi oleh manusia serta akan tetap benar dan jujur ketika tidak diawasi oleh manusia.
SUMBER :
- Khaerul Umar, Menajemen Perbankan Syari’ah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013)
- Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit J-Art, 2002)
- Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, (Jakart: Gema Insani Press, 2003)
No comments:
Post a Comment